Mengenal Sosok Mariam Al-Ijliya, Satu-satunya Astronom Wanita di Zaman Kejayaan Islam Pada Abad 8 Dan 15

Jakarta - Mariam Al-Ijliya dikenal sebagai satu-satunya astronom wanita dari zaman kejayaan Islam. Antara abad ke-8 dan ke-15, cendekiawan Muslim memberikan kontribusi besar terhadap sains, menciptakan alat-alat canggih di bidang kedokteran, astronomi, fisika, dan kimia, yang mengilhami para ilmuwan untuk membuat kemajuan besar selama Renaisans dan Zaman Penemuan.

Dari Ali al-Qushji, Ulugh Bey, Al-Biruni hingga Ibn Sina, puluhan karya pemikir besar Muslim di Abad Pertengahan membuka jalan sejarah bagi peradaban generasi polimatik berikutnya.

Dalam ilmu astronomi, para cendekiawan Muslim juga memperbaiki dan menyempurnakan sistem Ptolemeus, model matematika alam semesta yang dirumuskan oleh astronom dan matematikawan asal Alexandria, Claudius Ptolemy, pada 150 M.

Melansir TRTWorld (2021 ), kontribusi luas astronomi Islam juga mengungkap beberapa kelemahan dalam sistem Ptolemaik dan Aristotelian. Sampai abad ke-15, selama periode abad pertengahan, karya-karya para ilmuwan Muslim didasarkan pada sumber-sumber kuno dari Yunani, Iran, dan India.

Namun mereka membawa ilmu astronomi pada tingkatan baru dengan menciptakan alat baru untuk mengukur dan menghitung pergerakan bintang dan earth. Mariam Al-Ijliya yang juga dikenal sebagai Mariam Al-Astrolabi adalah perempuan Muslim yang hidup pada abad ke-10 di Aleppo, Suriah, yang menjadi salah satu ilmuwan di bidang astronomi.

Sosok Mariam Al-Ijliya dikenal karena mengembangkan Astrolab, instrumen astronomi klasik yang digunakan untuk memecahkan masalah yang berkaitan dengan waktu, posisi matahari serta bintang.

Latar belakang Mariam Al-Ijliya

Melansir TRTWorld (2021 ), kemampuan Mariam Al-Ijliya dalam mengembangkan astrolab terinspirasi dari ayahnya, yang merupakan seorang insinyur pembuat astrolab bernama Al-Ijliyy.

Dalam membuat Astrolab, ayah Mariam Al-Ijliya belajar dan bekerja di bawah bimbingan Muhammad bin Abdillah Bastulus, pembuat astrolab terkenal di Baghdad dan ilmuwan yang tercatat telah menciptakan astrolab tertua yang masih ada di dunia.

Ayah Mariam Al-Ijliya kemudian suka berbagi pengetahuan dan pengalamannya kepada putrinya secara mendalam yang memilki keingintahuan terhadap Astrolab. Pada akhirnya, perempuan berdaya ini membuat Astrolab dengan versinya sendiri.

Perempuan Muslim ini membuat perhitungan matematis yang rumit dan presisi, secara bertahap ia menguasai desain Astrolab versinya. Desain tangan Astrolab perempuan berdaya ini dipandang begitu rumit dan inovatif, mengesankan Sayf Al-Dawla, Emir Aleppo dari tahun 994 M hingga 967 M.

Mariam Al-Ijliya menjadi sangat terkenal karena karyanya, sehingga Sayf Al-Dawla memutuskan untuk mempekerjakannya di istananya di Aleppo. Selama menciptakan Astrolab, perempuan berdaya ini juga mengembangkan teknik navigasi dan ketepatan waktu.

Apa itu Astrolab dan peran Mariam Al-Ijliya dalam astoronomi?

Astrolab adalah alat yang berguna dalam ilmu benda langit dan membantu penelitian ilmuwan dalam astronomi, astrologi, dan horoskop. Astrolab menjadi instrumen klasik penentuan posisi matahari dan planet, memberi tahu waktu dan navigasi dengan menemukan lokasi berdasarkan garis lintang dan garis bujur.

Dalam masyarakat Muslim, astrolab berfungsi untuk menemukan arah kiblat, menentukan waktu sholat, serta hari Ramadhan dan Idul Fitri. Kontribusi signifikan Mariam Al-Ijliya dalam ilmu astronomi secara resmi diakui ketika planet sabuk utama ditemukan oleh Henry E Holt di Observatorium Palomar pada 1990 dan dinamai "7060 Al-Ijliya".

Beberapa karya akademis menunjukkan bukti bahwa astrolab yang dibuat oleh Mariam Al-Ijliya dapat digunakan untuk secara tepat menetapkan posisi matematis bintang-bintang dan benda-benda langit lainnya, meskipun dia tidak memiliki pendidikan formal matematika.

Dalam menghubungkan matematika dengan keahlian yang baik, ditambah dengan pengetahuan metalurgi yang sangat baik, perempuan berdaya ini menunjukkan keterampilan dan tingkat kecerdasannya yang tinggi, yang merupakan bukti kontribusinya dalam ilmu astronomi modern dan juga agama Islam.

Pada 2016, penulis fiksi ilmiah Nigeria-Amerika, Nnedi Okorafor, mengangkat sosok Mariam Al-Ijliya sebagai tokoh protagonisnya dalam novel fiksi ilmiah "Binti". Melansir Mvslim.com (2017 ), Nnedi Okorafor mengungkapkan bahwa ia terinspirasi oleh Mariam Al-Ijliya, sehingga menciptakan karakter utama berdasarkan eponim seorang wanita muda yang ahli dalam membuat astrolab.

Ia menyatakan mempelajari sosok perempuan berdaya ini dari festival buku di Uni Emirat Arab. Sayangnya, catatan sejarah soal Mariam Al-Ijliya atau Mariam Al-Astrolabi sangat langka dan tidak ada astrolabnya yang pernah ditemukan sebagai jejak sejarah.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kisah Kapal Induk Perang Lawas Yang Efektif Dalam Pertempuran

Penjelasan Warna Tuts Hitam Dan Putih Pada Piano

China Menyerukan As Agar Tidak Menghalangi PBB Redam Serangan Israel ke Palestina