Mengetahui Kisah Sejarah Penolakan Sang Jenderal Ahmad Yani Yang Menolak Didirikan "Angkatan Kelima"
Jakarta - PKI mengusulkan kepada Presiden Sukarno untuk mempersenjatai buruh dan
tani. Menteri Panglima Angkatan Darat Letnan Jenderal Ahmad Yani
menyatakan tidak setuju.
Sejak tahun 1964, seruan untuk mengganyang neo kolonialisme (nekolim)
Inggris dan Amerika Serikat semakin kuat di Indonesia. Malaysia yang
diasosiasikan sebagai wakil dari nekolim di Asia Tenggara menjadi musuh
bersama dan target utama dari Operasi Dwi Komando Rakyat
(Dwikora).
Para pemimpinnya seperti Tunku Abdul Rahman dan Tunku Abdul Rozak hampir tiap waktu menjadi bahan kecaman para demonstran anti Malaysia di Jakarta. Di tengah histeria politik itu, tiba-tiba pada 14 Januari 1965, Ketua CC PKI D.N. Aidit mengajukan usul kepada pemerintah untuk mempersenjatai 15 juta buruh dan tani.
Itu dikatakannya dalam suatu wawancara dengan
Bernhard Kalb dari Columbia Broadcasting System (media Amerika Serikat)
yang kemudian dilansir pada aching harinya oleh koran Warta Bhakti. Kendati pada hari yang sama di hadapan wartawan asing, Presiden Sukarno
menolak ide dari PKI itu, namun tiga hari kemudian Aidit mengulangi usul
tersebut dalam sidang Front Nasional.
"Tidak kurang dari 5 juta buruh terorganisir, dan 10 juta petani yang
terorganisir sudah siap menyandang senjata. Inilah satu-satunya jawaban
yang benar terhadap agresi Inggris dan Amerika!" demikian seruan Aidit
seperti dilansir Harian Rakjat, 15 Mei 1965.
PKI sendiri berupaya menggalang dukungan kepada elemen-elemen lain. Dari
sekian partai yang ada, nyatanya hanya Partai Sarekat Islam Indonesia
(PSII) yang mendukung ide yang kemudian dikenal sebagai 'usul
pembentukan Angkatan Kelima' itu.
"Adapun TNI AU justru mendukung (ide tersebut),"ungkap eks anggota
Sekretariat CC PKI saat itu dalam otobiografinya, Siswoyo dalam Pusaran
Arus Sejarah Kiri: Memoar Anggota Sekretariat CC PKI (disusun oleh Joko
Waskito).
Berbeda dengan AURI, Angkatan Laut dan Angkatan Kepolisian memilih sikap
hati-hati dan tunggu perkembangan selanjutnya. Sebaliknya Angkatan
Darat, alih-alih menerima dan menunggu, justru secara tegas menentang
keras pembentukan Angkatan Kelima.
Dalam bukunya, Ahmad Yani, Suatu Kenang-kenangan, Yayu Rulia Sutowiryo
menyebutkan jika suaminya (Menpangad Letnan Jenderal Ahmad Yani) sudah
lama merasa geram dengan salah satu kampanye PKI yaitu 'satu tangan
pegang bedil, satu tangan pegang pacul'.
Ada maksud politik tersembunyi
dari kampanye itu, menurut Yani. "Tujuannya adalah untuk mengimbangi ABRI dan selanjutnya dijadikan alat untuk merebut kekuasaan,"ujar Yani.
Kalau soalnya menghadapi nekolim, kata Yani, itu merupakan kewajiban
seluruh rakyat Indonesia bukan hanya kaum buruh dan tani. Selama ini
ABRI pun sudah melaksanakan ide itu dengan membentuk dan mempersenjatai
Pertahanan Sipil (Hansip), Organisasi Keamanan Desa (OKD) dan Organisasi
Pertahanan Rakyat (OPR).
Ketiga organ itu bisa dikatakan sebagai bentuk
organisasi buruh-tani yang dipersenjatai. "Kalau yang saudara maksud buruh dan tani itu termasuk SOBSI (Serikat
Organisasi Buruh Seluruh Indonesia) dan BTI (Barisan Tani Indonesia),
saya tidak setuju,"ujar Yani.
Kecurigaan Yani dibantah oleh PKI. Sekretaris CC PKI Siswoyo menolak
jika Angkatan Kelima hanya akan diisi oleh orang-orang komunis saja dan
tidak melibatkan unsur Nasakom lainnya. PKI malah mempersilakan:
andaikan jadi terbentuk, pimpinan Angkatan Kelima itu diambil dari
kalangan non komunis.
"Bahkan inspeksi pasukan sudah dilakukan oleh Mayjen Achmadi, eks tokoh
Tentara Pelajar Solo yang dicalonkan oleh Bung Karno sendiri sebagai
Panglima Angkatan Kelima,"ungkap Siswoyo.
Pada akhirnya ide Angkatan Kelima itu kandas dengan sendirinya, menyusul
terjadinya Insiden Gerakan 30 September 1965. Alih-alih berhasil
dipersenjatai, ratusan ribu buruh dan tani yang berafiliasi ke PKI malah
menjadi korban pembantaian yang dilakukan oleh elemen-elemen anti
komunis saat itu.
Komentar
Posting Komentar