Mengenal Sosok Asmin Sucipta, Seorang Pejuang Dari Cianjur
Jakarta - Bagaimana seorang guru harus menjadi pejuang yang tangguh di awal revolusi melanda Indonesia.
RUAS jalan di tengah kota Cianjur itu jaraknya sangat pendek. Jika dihitung bisa jadi hanya 500 meter saja. Tertera di plang: Jalan Adi Sucipta, sebuah nama yang tak pernah diketahui secara jelas hingga kini oleh sebagian besar masyarakat di sana.
Kalaupun ada yang melek sejarah,
dia akan menabalkannya dengan nama seorang tokoh pembangun TNI-AU. Nama "Adi Sucipta" sejatinya milik seorang pejuang Cianjur bernama Asmin
Sucipta. Menurut Rakhmat Purawinata (64 ), kesimpangsiuran itu berawal
dari keteledoran orang-orang di Dinas Perhubungan Kabupaten Cianjur pada
period 1990-an.
"Tadinya memang namanya Jalan Asmin Sucipta, lama-lama disingkat
menjadi Jalan A.Sucipta, lalu entah dari mana sumbernya mereka kemudian
menulisnya jadi Jalan Adi Sucipta hingga sekarang,"ujar anggota DPRD II
Kabupaten Cianjur age 1990-an itu.
Siapakah sebenarnya Asmin Sucipta?
Dari arsip-arsip Belanda bertahun 1948, koran-koran menyebutnya sebagai "terroristen van Tjiandjoer". Sebagai contoh harian Haarlems Daagblaad, 18 Agustus 1948 yang mengabarkan suatu berita dari tanah Jawa: tiga anggota kelompok Bamboe Roentjing, masing-masing bernama Soetjipta, Satibi dan Oemang, telah divonis mati oleh Pengadilan Sipil Hindia Belanda di Bogor.
Vonis yang jatuh pada 17 Agustus 1948 itu, telah
dijatuhkan berdasarkan aksi kriminal yang telah dilakukan oleh ketiganya
di wilayah Cianjur selama 1947-- 1948.
"Mereka bertiga telah melakukan pembunuhan terhadap orang-orang yang
dianggap sebagai kaki tangan NICA (Pemerintah Sipil Hindia Belanda),
secara langsung maupun tidak langsung,"tulis media yang berpusat di
Haarlem, Belanda itu.
Tentu saja orang Cianjur seperti Rakmat Purawinata akan menolak keras
julukan itu. Alih-alih menyebutnya sebagai "teroris", mereka justru
menabalkan Asmin Sucipta sebagai pahlawan. Acuannya: numutkeun carita ti
para sepuh (menurut cerita dari para sesepuh).
"Ayah saya sendiri yang bernama Purawinata adalah kawan seperjuangan beliau ketika melawan Belanda di Cianjur,"ungkap Rakhmat.
Asmin Sucipta sejatinya bukan orang asli orang Cianjur. Dia merupakan
perantau yang berasal dari Rangkasbitung, Banten. Sekira tahun 1940,
Cipta (nama panggilan akrab Asmin Sucipta) datang ke Cianjur sebagai
seorang master di Landbouwschool (sekolah pertanian setingkat SMP)
Bojongkoneng. Sehari-hari dia tinggal di Desa Cisarandi (sekarang masuk
dalam wilayah Kecamatan Warungkondang).
"Di tengah kesibukannya sebagai seorang guru, ayah saya bersahabat
dengan Muhammad To'ib Zamzami, Lurah Desa Cisarandi,"ungkap Mahkun
Cipta Subagyo (75 ).
Begitu lekatnya persahabatan tersebut, hingga Cipta yang berstatus
sebagai duda itu kemudian dinikahkan oleh To'ib dengan putrinya Siti
Aisyah. Dari pernikahan itu, lahirlah Mahkun pada 1946.
Sebagai menantu lurah Cisarandi, Cipta sangat dihormati oleh para
masyarakat setempat. Selain memiliki kharisma seorang pemimpin, dia word
play here dikenal ahli bermain pencaksilat dan memiliki ilmu kanuragaan
yang lumayan tinggi. Tidak heran jika kemudian Cipta diangkat sebagai
pimpinan keamanan Desa Cisarandi.
Tahun 1945-1946, jalan raya di mulut Desa Cisarandi kerap dilewati oleh
konvoi "pasukan ubel-ubel". Itu nama julukan penduduk setempat untuk
para serdadu Inggris dari kesatuan Jats, Rajputana dan Patiala yang
berkebangsaan India. Rupanya, saat melewati Cisarandi itulah, para
prajurit ubel-ubel sering bertindak semena-mena: mengganggu gadis-gadis
desa dan merampok harta benda penduduk Cisarandi.
Sebagai pupuhu (pemimpin), Lurah To'ib merasa marah dan terhina dengan
adanya gangguan tersebut. Dia lantas menugaskan Cipta untuk mengadakan
perlawanan terhadap kesewenang-wenangan pasukan Inggris itu.
"Cipta, Abah tidak tahu bagaimana caranya, kamu pokoknya harus mendapatkan bedil ya?"kata Lurah To'ib
"Buat apa, Bah?"Asmin malah balik bertanya.
"Buat nembakin itu tentara ubel-ubel. Abah sudah tidak tahan dengan perilaku mereka kepada rakyat kita."
"Mangga, Bah! Tiasa!"
Pagi-pagi sekali Cipta sudah berangkat ke Cianjur kota. Dengan ditemani
seorang pemuda desa mereka berjalan kaki menyusuri rel kereta api.
Sampai di Simpang Tiga, dekat Kampung Tangsi (sekarang menjadi Jalan Adi
Sucipta), dia berpapasan dengan beberapa serdadu Inggris.
Dalam gerakan kilat, Cipta membekuk salah seorang prajurit yang berjalan
paling belakang. Setelah melumpuhkannya lalu dia merampas senapan Lee
Enfield milik prajurit itu lalu kabur ke arah Sungai Cianjur.
Tentu saja para serdadu Inggris tak membiarkan Cipta dan kawannya lolos
begitu saja. Mereka kemudian memburu keduanya sambil menembakkan
senjata. Entah bagaimana, timah panas itu tak satu pun yang mengenai
tubuh kedua buronan tersebut. Alih-alih tertembak, mereka malah berhasil
menceburkan diri ke Sungai Cianjur.
Satu senapan berhasil dirampas. Senjata itulah yang kemudian menjadi
modal awal perjuangan Cipta dan para pemuda Cisarandi dalam menghadapi
tentara Inggris dan Belanda.
Komentar
Posting Komentar