Mengetahui Sejarah Pohon Gutta Percha, Pohon yang Banyak Sekali Manfaat Dan Sudah Digunakan Sejak Jaman Kolonial
Jakarta - Desa Cipetir, Kecamatan Cikidang, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat pernah
menjadi sorotan dunia pada tahun 1800-an. Hal ini lantaran desa tersebut
memiliki komoditas yang diketahui cukup berpengaruh di dunia bernama
pohon Gutta Percha.
Pohon tersebut menghasilkan produk dari getahnya yang disebut sebagai
salah satu bahan paling banyak digunakan, di masa revolusi industri
hingga perang dunia saat itu.
Mengutip dari ANTARA pada Rabu (15/9), daun Gutta Percha disebut
memiliki harga yang fantastis, hingga Rp3,5 juta jika dijual untuk
keperluan industri.
Di masa lalu, tanaman bernama latin Palquium Gutta tersebut sempat
dibudidayakan di masa kolonial Belanda sekitar tahun 1885 di Perkebunan
Tjipetir. Saat ini sisa pohonnya masih tumbuh liar di lahan seluas 333
hektare yang dirawat oleh Perkebunan Sukamaju milik PTPN VIII. Berikut
kisah menariknya.
Digunakan untuk Kebutuhan Medis Dunia
Dalam artikel "The Gutta Percha Firm" yang ditulis Bill Burns di laman
atlantic-cable. com/, tahun 1843 merupakan titik awal naik pamornya
pohon Gutta Percha.
Saat itu seorang ahli bedah asal Britania Raya menemukan fakta bahwa
senyawa getahnya mengandung unsur termoplastik alami yang bisa digunakan
untuk berbagai keperluan termasuk medis dan perabot rumah tangga
(botol, cinder, teko serta pernah pernik hiasan).
Untuk industri medis, getah dan daun Gutta Percha banyak digunakan
sebagai gips untuk patah tulang hingga bahan gigi palsu untuk dunia
kedokteran gigi.
Diekspor hingga 16 Juta Kg ke Inggris
Salah satu yang menggemparkan dunia adalah pengiriman besar-besaran
getah Gutta Percha ke daratan Inggris untuk kebutuhan industri pelapis
kabel telegraf.
Bahkan disebutkan di jurnal berjudul "A Victorian Ecological Disaster:
Imperialism, the Telegraph, and Gutta Percha" karya John Tully dari
University of Hawaii Press, pemerintah kolonial Belanda sempat mengirim
ke Inggris hingga 16 juta kg untuk melapisi kabel yang membelah samudera
dan menghubungkan hampir seluruh benua di dunia dengan teknologi
telegraf pada akhir abad 19.
Tak sampai di situ, pada abad ke-20, pengirimannya kembali dinaikkan
hingga complete 88 juta kg Gutta Percha untuk kebutuhan tambahan kabel
komunikasi sepanjang 200 ribu mil pada saat itu.
Bertekstur Unik
Sebagai bahan dengan fungsi yang cukup beragam, Gutta Percha memiliki
tekstur yang unik. Biasanya saat jadi dari pabrik teksturnya akan
menjadi elastis layaknya karet, dan saat sudah dingin akan makin
mengeras.
Dari situ permintaannya pun terus meningkat hingga Pemerintah
Kolonial Belanda membuat membangun pabrik pengolahannya di Sukabumi Jawa
Barat pada tahun 1885. Sebelumnya pohon Gutta Percha juga ditanam pemerintah kolonial di
sejumlah pulau di Indonesia, daratan Malaysia hingga Singapura.
Namun eksistensinya perlahan kian pudar setelah dunia mulai menemukan
alternatif bahan lain yang lebih murah yakni getah karet di awal tahun
1900 an, dan pabrik Gutta Percha Tjipetir pun berhenti beroprasi di
tahun 1921.
Dikirim ke Korea dan Jepang
Saat ini pabrik Gutta Percha di Desa Cipetir masih beroperasi dengan
merek dagang Tjipetir. Biasanya kegiatan produksi hanya dilakukan
beberapa kali dalam setahun, mengingat kian menurunnya permintaan.
Ditemui di lapangan, Mandor Besar atau Pengawas Pengelolaan Pabrik Gutta
Percha Cipetir Budi Prayudi mengatakan, saat ini pabriknya hanya
melayani permintaan selama dua kali dalam satu tahun dengan total ekspor
mencapai 200 kilogram.
"Jepang, Korea, dan Jerman biasanya memesan 200 kilo Gutta Percha satu
atau dua tahun sekali. Digunakan untuk keperluan medis,"terang Budi.
Budi mengatakan, saat produksi pabrik tersebut masih menggunakan sistem
seperti di masa lalu. Daun Gutta Percha mulanya digiling menggunakan
batu bundar besar yang disebut didatangkan langsung dari Italia.
Saat ini terdapat lima batu penggiling di pabrik Cipetir, namun yang masih difungsikan hanya satu atau dua saja. Dari 1 bunch daun Gutta Percha dapat menghasilkan 13 kg produk jadi.
Setelah penggilingan, daun Gutta Percha yang sudah halus kemudian
direbus dan diekstraksi sehingga menjadi getah.
Getah tersebut kemudian dipanaskan dengan suhu tinggi sehingga membentuk
cairan kental. Cairan getah tersebut kemudian dapat dibentuk apapun
selama masih panas. Ketika dingin, getah karet panas tersebut akan
mengeras seperti plastik kokoh yang bisa dibuat menjadi berbagai macam
bentuk.
Terus Lestarikan Sejarah
Sementara itu, Asisten Kepala Wakil Manajer PTPN VIII Device Perkebunan Sukamaju Dadan Ramdan mengatakan jika saat ini Gutta Percha hanya digunakan di bidang medis seperti gips, gigi palsu, penambal gigi dan lain-lain.Pihak medis masih menggunakan Gutta Percha lantaran sifatnya yang berbahan alami, sehingga lebih aman. Untuk saat ini, pihaknya juga terus menjaga kelestarian pohon Gutta Percha dengan melestarikannya di lahan konservasi yang sudah disediakan.
"Dari 21.252 hektare lahan yang dimiliki PT PN VIII, 333 hektare lahan di antaranya sengaja kami tanami Pohon Gutta Percha. Selain untuk menjaga ekosistem alam, ini juga sebagai upaya kami melestarikan sejarah,"kata Dadan.
Komentar
Posting Komentar