Mengenal Nyi Rara Tepasan, Istri Sunan Gunung Jati Yang Menerapkan Adat Jawa di Keraton Cirebon

Jakarta - Pertukaran budaya dalam tradisi pernikahan lazimnya sudah sering terjadi, bahkan sejak dahulu kala. Hal tersebut salah satunya bisa dilihat atas pernikahan Sunan Gunung Jati yang saat itu menjabat sebagai raja ke II Keraton Cirebon, dengan Nyi Rara Tepasan yang seorang cucu dari raja Majapahit (beberapa sumber menyebutkan nama raja tersebut adalah Singhawikrama Wardhana).

Melansir laman Background of Cirebon (24/7) dalam Babad Naskah Kuningan: Sejarah Wali Syekh Syarif Hidayatullah (berbahasa Cirebon kuno terjemahan Amman N Wahju tahun 1880 M), pernikahan keduanya cukup membawa pengaruh terhadap tradisi dan adat istiadat di Keraton Kasultanan Cirebon.

Hal tersebut dikarenakan Rara Tepasan memiliki ilmu kepemimpinan yang baik, dibanding istri lain Sunan Gunung Jati. Berikut kisahnya. 

Pernikahan Bermula Dari Sumpah

Sebelumnya disebutkan bahwa pernikahan keduanya berawal dari sumpah yang dilakukan oleh Nyi Rara Tepasan atau Rara Tepasan, saat melihat cahaya putih di arah Barat (dataran Bumi Caruban/Cirebon atau Tatar Sunda).

Ketika itu dirinya merasa takjub dengan cahaya yang menyilaukan mata itu, hingga ingin melihatnya secara langsung di lokasi.

Di sana ia sempat berkata, jika kelak sumber cahaya berasal dari seorang perempuan maka akan ia jadikan saudara. Jika itu bersumber dari laki-laki maka ia siap diperistrinya.

Kemudian Rara Tepasan meminta izin kepada sang ayah Ki Gede Tepasan untuk berangkat ke lokasi, dengan dikawal lebih dari 100 prajurit hingga akhirnya bertemu dan menikah dengan Syarif Hidayatullah (Sunan Gunung Jati).

"Dari pernikahan tersebut lahirlah dua orang anak bernama Ratu Ayu dan Pangeran Pasarean yang kelak meneruskan kepemimpinan,"tulis Wahju. 

Berhasil Mengubah Tradisi Sunda di Keraton Kasultanan Cirebon

Dalam Babad Kuningan (yang juga tertulis dalam Naskah Mertasinga Pupuh XXII.02 XXII.27), Nyi Rara Tepasan yang sudah menjadi istri Sunan Gunung Jati pelan-pelan menerapkan tradisi Jawa di keraton bercorak Sunda itu.

Hal tersebut konon mendapat persetujuan langsung dari suaminya, sehingga tidak ada pihak lain yang mengintervensi upaya dari Nyi Rara Tepasan untuk meninggalkan tradisi Sunda.

Padahal sebelumnya diketahui, tradisi Sunda sudah mengakar kuat sejak Raja Cirebon I, Pangeran Cakrabuana memimpin. Pangeran Cakrabuana merupakan saudara dari Rara Santang (Ibu Sunan Gunung Jati, Putri Raja Pajajaran Sri Baduga Maharaja Prabu Siliwangi). 

Mempererat Tali Kerja Sama Antara Majapahit dan Kasultanan Cirebon

Melansir laman historia.id, dari pernikahan keduanya diketahui jika Nyi Rara Tepasan sempat dijadikan alat legitimasi dari dua kerajaan tersebut untuk saling bekerja sama.

Penyebabnya, nagari Caruban (Kerajaan Cirebon dan daerah kekuasaannya) menjadi kawasan yang dikenal damai dan cenderung aman, sehingga cocok untuk dijadikan lokasi perlindungan maupun kerja sama.

Berbeda dengan Majapahit yang sedang dalam kondisi tidak stabil akibat berbagai pemberontakan, serta serangan dari kerajaan Demak pada saat itu.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kisah Kapal Induk Perang Lawas Yang Efektif Dalam Pertempuran

China Menyerukan As Agar Tidak Menghalangi PBB Redam Serangan Israel ke Palestina

Penjelasan Warna Tuts Hitam Dan Putih Pada Piano