Melihat Perang Cai Cileunyi, Sebuah Tradisi Menghambur-haburkan Air Ditengah Musim Kemarau

Jakarta - Musim kemarau yang berkepanjangan selalu menjadi momok masyarakat, terlebih di daerah yang memang rawan krisis air. Akhirnya menghemat penggunaan air semaksimalnya dilakukan. Lain halnya yang dilaukan warga kampung Cibiru Tonggoh, Cibiru Wetan, Kecamatan Cileunyi Kabupaten Bandung.

Di puncak kemarau yang berkepanjangan, mereka punya tradisi menghambur-hamburkan air. Namun yang mereka lakukan bukanlah sebuah ajang pemborosan air. Dibalut prosesi adat istiadat, perang air atau Perang Cai merupakan wujud syukur atas keberadaan air yang selalu ada di Cibiru Tonggoh. Mengingat desa sekeliling mereka yang justru mengalami krisis air saat puncak kemarau panjang tiba.

Mereka bersuka cita merayakannya dengan gelaran meriah dalam rangkaian tradisi Perang Cai. Sebelumnya ada banyak mata air alami yang ada di Cileunyi. Namun sejak geliat perusahaan air minum membeli mata air mereka, krisis air bersih tak terelakkan. Berbeda dengan kampung Cibiru Tonggoh yang sedari dulu berkomitmen untuk menolak kedatangan perusahaan pengambil alih mata air desa.

Meski baru berusia 15 tahun, tradisi Perang Cai selalu digelar secara rutin tiap tahunnya. Tepatnya saat puncak musim kemarau atau menjelang masa tanam padi tiba. Gelaran prosesi sengaja dibuat semakin meriah agar Perang Cai menjadi momentum bagi warga Cibiru Tonggoh untuk mengingat konsistensi mereka mempertahankan mata Air Cibiru Tonggoh.

Lihat saja para peserta Perang Cai yang didominasi para pria. Namun penampilan mereka layaknya perempuan yang pandai bersolek manja di tengah jalannya perayaan. Sebelumnya, Tradisi Perang Cai dimulai dengan prosesi potong tumpeng dan pembacaan doa syukur dan harapan bagi warga Cibiru Tonggoh.

Lantunan alat musik Sunda berdengung kencang menjadi kemeriahan utama tradisi Perang Cai. Dikemas ala-ala drama kolosal. Para pemuda jadi-jadian ini dipimpin oleh Ki Lengser. Bersama mereka menyambut kedatangan pengusaha yang hendak berbisnis air demi kemakmuran warga.

Seketika pendekar berbusana serba hitam menghadang si pengusaha. Mengusir pengusaha keluar dari kampung yang menimbulkan percekcokan. Lantas dengan sumber daya airnya, warga Cibiru Tonggoh melempar plastik bening berisi air. Sontak mengguyur kerumunan hingga akhirnya memicu keributan.

Tua, muda, pria, wanita ikut serta meramaikan keseruan Perang Cai. Kesempatan ini tak begitu saja disia-siakan anak-anak bermain air. Basah basah kuyup terkena cipratan dari lawan. Kubu pribumi dengan semangatnya melempar air ke kubu pengusaha. Puncak siang hari menjadi waktu dimulainya Perang Cai. Semuanya terlarut dalam keseruan.

Berlangsung setengah jam, amunisi kantong plastik berisi air telah ludes dijatuhkan di tempat lawan. Namun segerombol peserta berinisiatif mengambil air langsung dari mata air. Seketika air diguyurkan ke lawan dan menghidupkan kembali keseruan.

Selain sebagai wujud syukur, Perang Cai sukses membuat rasa kebersamaan warga semakin hangat. Perang air berakhir saat aching hari pukul 16.00. Tanpa ada dendam, seolah guyuran air telah mengembalikan kesucian tiap peserta.

Derasnya mata air menjadi syarat utama digelarnya Perang Cai. Daerah lain di Cileunyi diperkenankan menggelar tradisi Perang Cai, asalkan daerah tersebut punya sumber mata air yang melimpah.

Dari serangkaian acara, perang air menjadi puncak prosesi gelaran tahunan warga Cibiru Tonggoh. Budaya para leluhur ini dilangsungkan untuk mengingat kembali anugerah Maha Kuasa karena telah memberi kenikmatan alam yang tak terhingga berupa air.

"Di mana kita menginjak satu tempat pasti ada air. Di mana kita menemukan air, pasti nanti bakal betah",ujar pemangku Adat Kampung Cibiru Tonggoh.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kisah Kapal Induk Perang Lawas Yang Efektif Dalam Pertempuran

China Menyerukan As Agar Tidak Menghalangi PBB Redam Serangan Israel ke Palestina

Penjelasan Warna Tuts Hitam Dan Putih Pada Piano