Mengenal Suku Dani, Suku Asli Papua Yang Memiliki Tradisi Memotong Jari
Jakarta - Suku Dani adalah salah satu suku asli yang mendiami tanah Papua. Suku ini diketahui tinggal di pedalaman wilayah pegunungan dan lembah Papua. "Suku Dani merupakan suku tertua yang mendiami Lembah Baliem,"tulis Baharinawati W.
Hastanti dalam jurnalnya yang berjudul Kondisi
Lingkungan dan Karakteristik Sosial Budaya untuk Pengelolaan Daerah
Aliran Sungai. Di jurnal tersebut, Hastuti juga menyebut bahwa suku Dani
memiliki kecenderungan untuk melakukan peperangan.
Dilansir dari Ekspedisi Tanah Papua, yang disunting oleh Fandri
Yuniarti, kelompok suku ini tinggal di kawasan pegunungan dan lembah
kecil di Lembah Baliem. Lembah Baliem merupakan sebutan untuk kawasan
pegunungan dan lembah di sekitar Wamena. Merujuk sumber lain yang
berjudul Perhiasan Tradisional Indonesia karya Husni dan Siregar, Suku
Dani memiliki dua kelompok etnis yaitu wita dan waya.
Mata pencaharian suku Dani
Mengutip Ekspedisi Tanah Papua, kebanyakan masyarakat Pegunungan Tengah Papua hidup dengan bertani secara tradisional. Mereka menanam ipere, sejenis umbi jalar sebagai tanaman utama. Suku Dani juga menanam umbi-umbian lainnya di ladang.
Sebagian lainnya juga menanam sayur-sayuran, seperti sawi, kol, jeruk, dan buah merah. Selain dikonsumsi sendiri, beberapa penduduk juga menjual hasil pertanian ke kota setelah dipanen. Menurut Lembaga Masyarakat Adat (LAM) Kabupaten Jayawijaya, yang dikutip dari Ekspedisi Tanah Papua, cara hidup ini masih dilakukan oleh sekitar 10.000 anggota 322 suku lain di 39 distrik Jayawijaya.
Hastuti menambahkan bahwa Lembah Baliem dibatasi oleh Pegunungan Jayawijaya. Lereng pegunungan ini memiliki medan yang terjal dengan lembah sungai yang sempit dan curam. Sehingga suku Dani memiliki cara tersendiri untuk memanfaat lahan menjadi perkebunan.
Agama dan keyakinan suku Dani
Menurut Husni dan Siregar, masyarakat suku Dani menyebut diri mereka sendiri sebagai nit baliemega yang berarti "kami orang Baliem". Sementara itu, menurut Hastuti, suku Dani lebih suka disebut sebagai orang parim.
"Sebagian besar suku Dani memeluk agama Kristen Protestan, namun tidak bisa lepas dari adat istiadatnya sebagai penganut kepercayaan roh-roh orang yang sudah meninggal,"tulis Hastuti dalam jurnalnya. Perpaduan dari dua keyakinan tersebut dapat dilihat dari upacara adat yang dilakukan oleh masyarakatnya. Mereka masih secara rutin melakukan ritual-ritual penghormatan terhadap roh leluhur.
Tradisi pemotongan jari suku Dani
Dilansir dari Makna di Balik Tradisi Niki Paleg Suku Dani di Papua karya
Putro dan Nadira, suku Dani memiliki cara yang cukup ekstrim dalam
menunjukkan duka cita atas kematian orang terdekat.
"Suku Dani melambangkan rasa sedihnya bukan hanya dengan menitikkan air
mata melainkan juga dengan memotong jari-jari mereka,"tulis Putro dan
Nadira. Pemotongan jari wajib dilakukan jika ada anggota keluarga atau
kerabat terdekat seperti ayah, ibu, adik dan kakak yang meninggal.
Tradisi ini disebut dengan tradisi niki paleg.
Selain sebagai ungkapan duka cita, pemotongan jari juga diartikan oleh
suku Dani sebagai pencegah datangnya malapetaka. Musibah tersebut
dipercaya bisa saja merenggut nyawa anggota keluarga lainnya.
Pemotongan dapat dilakukan pada semua jari kecuali ibu jari. Biasanya, bagian yang dipotong adalah dua ruas jari. Tradisi niki paleg ini sudah ada sejak zaman nenek moyang dan dilakukan secara turun-temurun.
Pakaian adat suku Dani
Menurut Husni dan Siregar, pakaian adat dari masyarakat Dani adalah koteka atau holim. Koteka berfungsi menutupi alat crucial. Koteka untuk kaum pria di suku ini terbuat dari labu China atau kalabasah berbentuk runcing.
Pemakaian koteka juga memiliki makna yang berbeda. Jika koteka
dikenakan secara tegak lurus berarti pemakainya adalah pria yang masih
perjaka. Koteka yang dikenakan miring ke kanan artinya si pemakai
memiliki kondisi sosial yang tinggi atau bangsawan. "miring ke
kiri, melambangkan pria dewasa golongan menengah dan menunjukkan
pemakainya keturunan panglima perang,"tulis Husni dan Siregar.
Menurut Yuniarti, kaum pria Suku Dani hanya menggunakan koteka tanpa
baju dan alas kaki. Mereka juga menggunakan aksesoris berupa bulu burung
di bagian kepalanya. Koteka yang digunakan oleh setiap pria memiliki ukuran yang
berbeda-beda.
Kepala suku memiliki ukuran koteka yang lebih besar dan panjang. "Itu menandakan dirinya sebagai pria berwibawa dan terpandang di masyarakat,"lanjut Yuniarti dalam buku tersebut. Tak hanya itu, batang koteka yang digunakan kepala suku juga memiliki ukiran sederhana.
Rumah adat suku Dani
Suku Dani membangun rumah dari kayu dengan atap berbentuk kerucut. Rumah ini disebut rumah honai. Dilansir dari Rumah Adat di Indonesia karya D.C. Tyas, atap rumah honai terbuat dari jerami atau ilalang.
Tumpukan jerami atau ilalang di atap tersebut bisa mencapai 2,5 meter. "Honai mempunyai pintu yang kecil dan tidak memiliki jednela. Tujuannya untuk menahan hawa dingin Papua,"tulis Tyas. Ruah honai terbagi dalam tiiga macam, yaitu untuk laki-laki atau disebut honai, untuk wanita yang disebut ebei, dan kandang babi yang disebut wamai.
Rumah honai biasanya dihuni oleh lima sampai sepuluh orang. Rumah honai pada umumnya terbagi atas dua tingkat. Kedua lantai tersebut dihubungkan dengan tangga dari bambu. Suku Dani membuat perapian di dasar lantai rumah untuk penerangan. Mereka membuat tungku dengan menggali tanah di dasar rumah.
Komentar
Posting Komentar